Bosporus Dreams (Bab III: Surat dari Tanah Air)
November, 1965. Telah genap 1 bulan telah saya serta mahasiswa Amerika Serikat lainnya ada di negara ini, serta banyak sekali beberapa hal yang kami temui semasa mendapatkan pengetahuan dari negara ini dari mulai adat, nilai kehidupan, serta norma-norma lainnya yang kemungkinan benar-benar sedikit kami temui di negara asal kami.
Bila ingin dihitung, jumlah mahasiswa yang dikirim ke Turki ialah sejumlah 30 orang, itu diambil berdasar prestasi serta nilai paling tinggi yang dijumpai di Kampus kami.
Buat saya sendiri, jadi salah satunya sisi dari "Mahasiswa Berprestasi" ialah satu kebangaan serta perolehan tertentu buat saya walau banyak yang menjelaskan jika predikat "Mahasiswa Beprestasi" itu masih kurang jadi satu agunan buat kita di waktu kedepan. Tetapi pokoknya saya tidak perduli dengan itu sebab karena predikat itu itu saya dapat ada di negara indah ini.
Mujur buat saya, sebab dari 50 mahasiswa yang dipilih untuk mendapatkan pengetahuan di negara ini ada sekita 5 sahabat saya yang kemungkinan dapat jadi agunan agar saya ada rekan bercakap semasa berkuliah di kota ini.
Mereka ialah Robert, William, Antonio, Jennifer, serta Tatiana. Jika bisa disebut, mereka ialah rekanan dari pertama pertama saya masuk satu kelas pertama untuk mahasiswa baru di Kampus serta kemungkinan sebab kita mempunyai hoby serta tema perbincangan yang serupa selanjutnya saya juga jadi benar-benar dekat sama mereka sampai saat ini.
Walau demikian, ada banyak dari mereka yang sebetulnya pernah dilawan untuk masuk di jurusan yang sekarang ini kita mengambil. Misalnya ialah William, menurut ceritanya , ia sempat dilarang untuk masuk di jurusan ini sebab ayahnya ingin sekali anaknya jadi tentara AD Amerika Serikat sehubungan ayahnya ialah veteran Perang Dunia II saat berperang menantang Jepang di Filipina.
Jujur saya tidak dapat memikirkan kengerian dari si ayah saat harus mempertaruhkan nyawa saat berperang menantang prajurit Jepang yang populer benar-benar beringas serta berani mati ditengah-tengah bisingan peluru serta dahsyatnya ledakan bom yang mungkin saja membunuh kawan-kawanya, saya juga jadi bingung kenapa si ayah "memaksakan" si anak untuk turut merasai hal yang sempat dirasakannya ?
beruntunglah si ibunda dari William dapat pahami talenta anaknya serta melelehkan hati suaminya agar William dapat berkuliah di jurusan yang ia meminati.
Selanjutnya ialah Tatiana, seorang gadis cantik turunan Jerman yang dari Michigan. Seperti William, Tatiana juga pernah dilawan habis-habisan oleh ke-2 orangtuanya untuk masuk di jurusan ini.
Faktaya juga cukup ironis sebab mereka tidak mau Tatiana ketahui serta pelajari semua kejahatan serta kekejaman perang dengan cara detil yang sempat dilaksanakan oleh bangsa aslinya.
Jika bisa diuraikan, Tatiana ialah cucu dari imigran Jerman yang berimigrasi ke daratan Amerika Serikat di tahun 1905 serta Orang Tua Tatiana juga pernah merasakan perlakuan diskriminasi sebab darah Jerman yang mengalir pada tubuh mereka baik pada Perang Dunia II sampai usainya perang, pernah terpikir buat mereka untuk geser kewarganegaraan sebab diskriminasi itu, namun ayah Tatiana yang disebut seorang Pendeta bersikukuh untuk selalu ada di negeri Paman Sam sebagai tanah kelahiranya sebab ia percaya jika nantinya orang Amerika sadar jika orang-orang Jerman tidak sejahat Adolf Hitler serta antek-anteknya.